Selasa, 24 Juli 2012

Merapat ke Tembok Ratapan / Tembok Buraq

Obama berdoa di Tembok Ratapan ketika warga Muslim shalat Shubuh di Masjid Al-Aqsha.
Strategi paling jitu mendekati satu kaum yakni mengikuti perilaku mereka, termasuk cara bersembahyang. Calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Barack Hussein Obama, pun menyadari taktik semacam ini dapat digunakan untuk meyakinkan para pemilih Yahudi.
Karena itu di hari terakhir lawatannya ke Israel pada Kamis dua pekan lalu, ia mengunjungi Tembok Ratapan atau Kotel dalam bahasa Ibrani yang sangat disucikan oleh bangsa Yahudi. Tempat suci ini berada di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsha, Yerusalem.
Bukan sekadar datang seperti wisatawan. Meski penganut Kristiani, kandidat presiden kulit hitam pertama Amerika ini hadir untuk berdoa. Ia mengenakan kippa (peci khas Yahudi) berwarna putih dan didampingi Rabbi Shmuel Rabinowitz yang berwenang atas Tembok Ratapan. Bersama istrinya, Michele, Obama selama sepuluh menit membaca Psalm 122 yang merupakan doa demi kedamaian Yerusalem.
Kota suci bagi tiga agama – Islam, Yahudi, dan Nasrani – ini memang menjadi rebutan. Palestina ingin negaranya nanti beribu kota di sana. Namun Israel sudah menetapkan Yerusalem yang mereka rebut setelah Perang Enam Hari 1967 sebagai ibu kota abadi mereka dan tidak dapat dibagi dua melalui Jerusalem Basic Law yang disahkan Knesset (parlemen Israel) pada 1980.
Seperti kebiasaan, ia memasukkan gulungan kertas berisi doa di antara rekahan tembok. Namun doa yang seharusnya rahasia itu bocor ke publik setelah seorang pelajar seminari Yahudi bernama depan Aleph mengambil dan menyerahkan doa Obama ke surat kabar Maariv.
Isinya: “Tuhan, lindungi saya dan keluarga. Ampuni dosa-dosa saya dan bantulah saya menghadapi kebanggaan dan keputusasaan. Berikan saya kearifan untuk berbuat benar dan adil. Jadikan saya alat untuk mencapai kehendak-Mu.”
Sejatinya, demi kerahasiaan doa peziarah, dua kali setahun gulungan kertas di Tembok Ratapan dipindahkan ke tempat yang dirahasiakan. Waktunya menjelang peringatan hari suci Rosh Hasanah dan Paskah.
Tentu saja, tersiarnya doa Obama itu membuat otoritas keagamaan Yahudi kebakaran jenggot. Rabbi Rabinowitz menulis surat maaf kepada Senator Illinois itu. “Tuhan melarang seseorang membaca doa orang lain,” katanya. Aleph yang ketakutan juga bertobat lewat stasiun televisi Channel 2.
Pengacara Yerusalem, Shahar Alon, meminta Jaksa Agung Menachem Mazuz memerintahkan polisi menyelidiki kasus ini. “Dengan menyebarluaskan ke masyarakat, Maariv telah melanggar hukum dan hak dasar soal kehormatan dan kebebasan seseorang,” Alon menegaskan.
Sebab itu, ia menyerukan boikot sampai koran itu meminta maaf. Namun pihak Maariv membela diri. Mereka bilang Obama menyerahkan doanya media setelah meninggalkan tempatnya menignap di Hotel King David, Yerusalem. “Karena Obama bukan Yahudi, tidak ada pelanggaran hak.”
Tapi Obama tak peduli atas kontroversi itu. Yang penting, kaum Yahudi lebih tertarik kepada dia ketimbang pesaingnya John McCain dari kubu Republik. Karena itu, ia juga berkampanye di Tembok Ratapan. “Kami akan terus menjamin keamanan Israel karena Israel sahabat sejati kami,” katanya.
Para peziarah pun sangat antusias melihat kunjungan Obama. Sampai-sampai perempuan yang berdoa di sebelah lain tembok berdiri di atas kursi untuk melihat lebih dekat. Mereka juga berebutan menyalami lelaki yang baru berulang tahun ke-47 pada Senin lalu itu. Bahkan seorang pegiat sayap kanan, Itamar Ben-Gvir, berteriak, “Yerusalem bukan untuk dijual!”
Yang pasti, Obama kembali menyakiti perasaan orang-orang Arab dan Muslim, kalangan yang pernah dekat sebelum ia menjadi senator. Bayangkan saja, ia tiba pukul 05.00 di Tembok Ratapan ketika warga Muslim shalat Shubuh di Masjid Al-Aqsha.

Arutz Sheva/Haaretz/Maariv/Faisal Assegaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar